Menulis Spontan, Tanpa Outline dan Dadakan

     Ilmair akan sharing tentang Menulis Spontan, Tanpa Outline dan Dadakan kali ini, tentu saja hal ini berdasarkan pengalaman perjalanan saya sebagai penulis pemula yang memang terbiasa menulis secara spontan selama ini. Ups, jangan dianggap aliran sesat ya para suhu penulis, hanya sekedar berbagi pengalaman dengan sedikit curhat dan semoga bisa memberi manfaat dan inspirasi buat pembacanya.

Apa itu Outline?

    Sahabat para penulis tentu tahu ya apa itu outline.

Yaps, outline alias kerangka karangan itu merupakan rencana penulisan yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan digarap, dan merupakan rangkaian ide-ide yang disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur dan teratur.


Tipe Penulis Plotter dan Panster dalam Tulisan Berbentuk Cerita

    Sebagian penulis biasanya memang menggunakan outline ya dalam membuat karya tulisannya. Dari yang hanya menuliskan poin-poin idenya dulu, baru kemudian dikembangkan penjabarannya.

    Kalau dalam penulisan cerita, bahkan sampai ada yang detail banget menuliskan hal kecil, seperti desain karakter dan plot cerita dari awal sampai akhir. Nah di dunia kepenulisan orang yang seperti ini katanya disebut sebagai "penulis tipe plotter" ya.

    Berbeda dengan si plotter, admin ilmair alias saya si penulis pemula ini lebih suka menulis tanpa outline, termasuk dalam tulisan berbentuk cerita - kalau dalam dunia kepenulisan sendiri disebutnya sebagai "penulis tipe panster" ya. 

    Ya, saya biasanya membiarkan saja jemari ini menari di atas keyboard, menuangkan ide yang melayang-layang di kepala. Outline-nya justru hanya terbayang bersama ide di kepala saja yang terkadang menempel dan berkembangnya bisa berhari-hari juga. Duuh ini juga nih ya mungkin salah satu penyebab kepala ini terkadang penuh dan jadi enggak bisa mindfull, jadi enggak fokus penuh. 



Perjalanan Si Penulis Pemula yang Suka Menulis Spontan, Tanpa Outline dan Dadakan

Sedikit sharing tentang kebiasaan saya menulis Spontan, Tanpa Outline dan Dadakan ya sahabat... 

- Menulis Di Blog

    Dari awal mula saya menulis di blog tahun 2008, baik itu ilmair dan blog-blog saya lainnya yang sekarang sudah hampir enggak pernah saya jamah lagi, biasanya spontan saja saya menuangkan kata yang rasanya menumpuk di kepala ini, mengembangkan ide yang rasanya juga melayang-layang enggak kenal waktu. Apalagi saat itu saya belum tahu sama yang namanya outline. 

    Untuk referensi tulisan, saya biasanya mencari secara dadakan saat akan mulai menulis. Terkadang tulisannya enggak sekali jadi ya, apalagi kalau ke-perfectsonist-an saya lagi keluar, maunya serba sempurna, seperti sumber referensi harus detail banget dan terpercaya, baca tulisan sendiri yang rasanya enggak pas lalu -hapus tulis- berkali-kali juga. Duuuh, rasanya geregetan banget sama diri sendiri kalau sudah begitu, karena waktu menulis pun bisa jadi lama, sampai bisa mengambil waktu aktifitas lainnya.

    Dan ada kalanya tulisan yang saya buat juga menumpuk dulu di arsip, walau pengembangannya tetap dadakan juga nantinya. Tapi kalau sudah begitu, ya harus segera saya lanjutkan  tulisannya, karena kalau tersimpan di arsip terlalu lama terkadang malah enggak diposting juga akhirnya. Ya, stuck saja dan enggak mengalir tulisannya untuk dikembangkan lagi, atau bahkan ada ide menulis lainnya yang jauh lebih mengalir. 

    Untuk hasil menulis secara spontan, tanpa outline dan dadakan bisa sahabat cek di blog ini, huuumm... masih suka ada yang lompat ke sana ke sini alias enggak fokus dan enggak tersusun rapi juga ya tulisan saya saat itu. Apalagi postingan awal-awal blog ini terbit, duuuh amatirannya banget-banget ya.


Menulis Story Telling dan Copywriting Di Media Sosial

    Bukan hanya menulis di blog, kebiasaan menulis secara spontan, tanpa outline dan dadakan pun terus berlanjut saat saya jualan online dan mengikuti acara komunitas pemberdayaan serta seminar di tahun 2016. Saya saat itu lagi rajin dan senang-senangnya menulis story telling di facebook, baik itu untuk mempromosikan produk (copywriting) maupun berbagi cerita acara sebuah komunitas.

    Story telling yang saya tulis pun kebanyakan mengalir saja saat akan diposting, tanpa outline, hanya menangkap inspirasi dari ragam hal hingga membentuk ide, lalu mengembangkannya. 

Sedikit sharing, bagaimana caranya menulis story telling promosi produk secara spontan, tanpa outline dan tanpa perencanaan alias dadakan , saya biasanya ...

- ceritakan keadaan atau kegiatan saya saat itu, lalu kaitkan dengan produk yang saya jual

- menulis apapun (hadist, quotes, cerita bersama teman atau keluarga, dll) lalu kaitkan dengan produk

- menulis tips yang berhubungan dengan produk dengan bercerita

- menulis pengalaman saya saat dapat chat dari calon pembeli sampai segala proses closing dan packing paket yang baru terjadi. 

 

- Tantangan Menulis

    Masuk ke komunitas  menulis di tahun 2018, saya pernah dapat sodoran tantangan menulis sarapan kata selama 30 hari. Saat itu saya harus menyetorkan tulisan dengan minimal 300 kata dan dipublish di akun facebook saya. 

    Si outline belum saya kenal juga waktu itu, saya hanya membuat tulisan di aplikasi word, dengan cara tulis-edit-hapus-tulis, lalu menyalinnya ke facebook untuk diposting kemudian.

    Hummm ... walau rasanya ngos-ngosan setiap malam sebelum tidur kejar deadline, tapi semangat menulis benar-benar mengalir. Padahal kalau diingat kondisi mental saya waktu itu sebenarnya lagi lumayan turun karena ada beberapa masalah yang lagi mampir ganggu pikiran. Eh, tapi justru menulis malah lancar mengalirnya secara spontan, menulis seperti jadi tempat pikiran dan hati saya berlari saja melupakan masalah sejenak.. 

    Hingga saya pun bisa lulus dalam tantangan itu, lalu mengikutinya kembali di tahun 2019, plus terdorong juga diri untuk ikut tantangan menulis lainnya selama 45 hari.

    Beberapa tulisan fiksi dan faksi hasil dari tantangan menulis itu sempat saya posting juga di blog ini, 

"Sedih, Susah dan Sakitmu Takkan Sia-Sia", "Menanti Waktu", "Ruang Temu", "Cring Tongkat Ibu Peri", sampai novelet "My Goals Kamu Di Mana?" -- saya tulis secara spontan, tanpa outline dan dadakan.

     Sahabat boleh banget berikan kritik dan sarannya ya di postingan itu, biar saya bisa perbaiki lagi tulisan saya :)


- Menulis Naskah Untuk Buku Antologi

    Menulis secara spontan, tanpa outline dan dadakan saya lakukan juga saat menulis naskah untuk 5 buku antologi saya bareng teman-teman penulis. Ya, seperti cerita saya dipostingan ilmair tentang "Berusaha Produktif Di Masa Pandemi, Lahirlah Buku Antologi", tulisan saya untuk naskah itu mepet dengan deadline  mengalirnya. 

     Walaupun menulis naskahnya tanpa outline, tapi mengeditnya bisa berkali-kali sambil saya menulis. Jadi setelah menulis saya baca berulang dari awal berkali-kali, agar ceritanya tetap nyambung dan enggak keluar jalur. - Ini juga salah satu tips ya, cara menulis naskah tanpa outline. 

    Fyuuh, cukup lelah sebenarnya menulis dengan cara seperti itu, karena kalau moodnya lagi hilang, ya rasa malasnya keluar juga. Tapi untungnya untuk 5 buku antologi itu saya bisa menyelesaikannya, walaupun menulisnya mepet juga ke deadline.


- Mengenal Outline Di Kelas Menulis

    Saya baru berkenalan dengan si outline waktu ikut kelas menulis, dari kelas artikel, fiksi, non fiksi semuanya sempat bahas tentang outline.

    Naskah faksi "My Goals, Kamu Di Mana?" pun saya setor untuk dikurasi di kelas menulis fiksi. Humm ... Syarat setor naskah waktu itu minimal harus sudah berdaftar isi, walau tanpa outline atau kerangka yang lengkap. Hihi, itu belum ada di naskah saya waktu itu, jadi akhirnya saya tulis jugalah daftar isinya secara dadakan biar naskahnya bisa dikurasi. 

    Dan eh, setelah melihat naskahnya dibagi perbab, kok ya bikin saya jadi seneng juga ya, seperti punya bayangan cerita yang sudah jadi dan tertulis. Membuat saya jadi ingin belajar bikin outline yang detail juga. 

     Karena saya terbiasa menulis secara spontan, dadakan dan tanpa outline, membuat saya pernah sedikit blank juga ketika di-push untuk membuat outline.

      Ada kejadian lucu waktu saya ikut kelas menulis artikel, ketika ada tugas untuk setor artikel bersama outline-nya, saya justru membuat outline setelah artikelnya selesai ditulis. Karena nyatanya terlalu lama memikirkan outline, justru membuat saya menjadi bingung, overthinking keluar, menulis jadi enggak mengalir. 

      Duuuh ada-ada saja ya, padahal outline kan fungsinya buat mempermudah kita menulis ya, ini saya malah jadi merasa sulit. 

      Tapi kalau mau jadi penulis profesional memang harus mau belajar terus juga ya, meningkatkan kualitas diri.

      Walau penulis profesional pun ada yang punya gaya menulis spontan atau tanpa outline alias tipe panster ya, salah satunya adalah Andrea Hirata. 

     

Kelebihan dan Kekurangan Menulis Spontan, Tanpa Outline dan Dadakan

Dari sini saya bisa menyimpulkan, ternyata ada sisi positif dan negatif alias kelebihan dan kekurangannya juga ya kebiasaan menulis saya ini. 

Kelebihannya:

- Bisa menulis cepat, tanpa berpikir terlalu lama. Apalagi kalau kebetulan ragam ide menulis juga memang sudah menumpuk di kepala, jadi tinggal tulis saja, untuk mengecek baik-buruk, benar-salahnya, sambil jalan saat saya menulis (pakai cara baca dan edit berkali-kali). 

- Karena sudah terbiasa, tulisan pun bisa mengalir saja dengan asik walau lagi kejar-kejaran sama deadline

- Enggak terlalu lama dan habiskan waktu memikirkan jalan cerita atau alur tulisan, karena akhirnya hal itu terbentuk juga saat menulis - Syaratnya, kita sudah tahu tujuan menulisnya untuk apa (promosi produk, menginspirasi, dakwah dan sebagainya) - Untuk certa fiksi kita sudah punya gambaran ceritanya di kepala terlebih dahulu. -

*Jadi seperti kehidupan juga ya, kalau kita tahu tujuan hidup ini apa, diperjalanan pun kita enggak akan kehilangan arah ya. Hidup untuk ibadah dan mencari ridho-Nya, prosesnya pun akan mengikuti tujuan itu sendiri, apapun yang dihadapi diri, iya kan? Walau dengan adanya perencanaan tentu bikin hidup akan lebih teratur ya. 


Kekurangannya:

- Bikin lelah juga sebenarnya, terutama karena dadakan ya. Kalau lagi kejar deadline, jadi seperti lagi dikejar-kejar ya menulisnya. 

- Terkadang tulisan jadi keluar jalur dan berkelok-kelok arahnya, apalagi kalau fokus lagi terpecah. 

- Terkadang jadi bergantung juga pada mood, sehingga writer's block pun bisa mudah melanda kalau mood nya lagi enggak baik. 

- Untuk naskah cerita, terkadang endingnya juga suka enggak pas sama awal cerita, misalnya di awalnya greget, eh, endingnya malah enggak seru. Walau hal ini bisa diatasi dengan menggali lagi ide untuk endingnya. 

- Waktunya tersita untuk tulis-edit-hapus.


Humm, apalagi ya? Menurut sahabat gimana? Dan kalau sahabat sendiri biasanya menulis dengan cara seperti apa? Sharing yuuk.

Previous article
Next article

12 Komentar

  1. hiks, aku sendiri jarang bikin outline sebenernya mbak.
    mungkin untk tulisa tulisan yang dilombakan aja. itupun jarang banget aku bikin outlinenya

    BalasHapus
  2. Aku malah nggak pernah nulis outline padahal ini lumayan penting ya mbak meskipun hanya ngeblog

    BalasHapus
  3. Outline sangat penting sekali agar tulisan tidak melebar kemana-mana yang membuatmu stuck ditengah tulisan.

    BalasHapus
  4. Hihihi, aku salah satu orang yang klo nulis ga pernah bikin outline duli. Padahal sangat penting ya, ka, hihihi

    BalasHapus
  5. Outline diperlukan untuk tulisan yang panjang, tepatnya tulisan yang gak bisa diselesaikan dalam sekali duduk. Adanya outline bisa membantu penulis dalam melanjutkan tulisannya kapan-kapan. Saya pribadi kalau menulis tulisan serius butuh outline, kalau tulisan bebas tanpa outline pun masih bisa

    BalasHapus
  6. Akhir-akhir ini aku lebih sering ngeplot dulu mba nulisnya. Pernah, sebelumnya aku nulis ngalir sesuai gaya panster, sayangnya pernah kena teguran juri lomba blog karena postinganku kurang Koheren..wkwkwk

    BalasHapus
  7. Wah keren banget nih menulis tanpa online biasanya untuk hal-hal yang serius aku memang harus menulis menggunakan outline. keren Mbak tulisannya

    BalasHapus
  8. Kayaknya menulis apapun memang butuh outline ya kak. Dulu pas nulis cerpen enggak bisa kalau enggak pakai outline. Karena outline berguna agar cerita tetap nyambung dengan pengemasan yang apik. Jadi kitanya enggak tergiur buat belok kanan kiri.

    BalasHapus
  9. Nah kalau saya terbiasa gunakan outline mbak supaya alur tulisannya ga kemana - mana hehehe

    BalasHapus
  10. Wah, mba kok sama dengan saya ya. Saya kadang suka nulis ga pake outline karena justru kalau pakai outline suka ga bisa mengembangkan tulisan

    BalasHapus

Silahkan share saran, kritik, ilmu, inspirasi positifmu di ilmair. Berkomentarlah dengan bijak. Spam akan saya hapus.
Mohon di-setting publik profile blog-nya ya, agar tidak ada profile unknown yang bisa menjadi broken link di blog ini.
Terima kasih ....

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel