Cara Bijak Menghadapi Orang Toksik (Toxic People)
Ketika kita berbicara tentang orang toksik (toxic people), seringkali kita membayangkan sesosok individu yang secara terus-menerus begitu meracuni lingkungan sekitarnya dengan perilaku dan sikap negatif, ya sahabat. Padahal kalau kita tanya pada tiap-tiap orang, bisa jadi semuanya pernah merasakan perilaku toksik dari siapa pun, bahkan orang-orang terdekatnya sekalipun.
Ya, pandangan dan perasaan tiap orang terhadap ketoksikan itu bisa berbeda-beda, dan tanpa sadar setiap orang juga bisa menjadi sesuatu yang toksik bagi orang lain. Hayoo, jangan-jangan kita juga dirasakan toksik oleh beberapa orang disekitar atau yang kita kenal Hummm ... duh, terkadang kalau hati dan pikiran lagi keruh, cukup khawatir juga kalau diri ini menjadi salah satu orang yang dirasakan toksik bagi orang sekitar, semoga tidak ya.
Memang kenyataannya setiap orang memiliki potensi untuk menjadi toksik bagi orang lain dalam situasi tertentu, ya, sahabat. Sebaik-baiknya orang saja pasti ada orang yang tak suka padanya, dan keberadaan orang baik itu bisa terasa toksik bagi yang tak menyukainya itu. Sama halnya dengan sebuah nasehat yang baik, bisa juga dianggap toksik bagi yang orang tak suka menerimanya. Walaupun sesuatu yang baik itu, biar menyakitkan sebenarnya bukan toksik ya, lebih tepatnya itu disamakan seperti obat yang bisa membuat sakit, tetapi menyembuhkan. Berbeda dengan makna toksik yang sesungguhnya, yaitu racun.
Sifat Manusia yang Kompleks
Dengan menampikan makna toksik dari kaca mata orang yang tak suka, padahal itu adalah sesuatu yang baik, tetap saja setiap orang nyatanya bisa berpotensi menjadi toksik bagi orang lain. Ya, karena manusia itu memang makhluk yang kompleks, dengan beragam emosi, motivasi, dan pengalaman hidup.
Terlepas dari niat hati yang baik, setiap orang bisa terjerumus ke dalam perilaku yang toksik dalam situasi tertentu. Faktor-faktor seperti stres, tekanan, trauma masa lalu, atau kurangnya keterampilan komunikasi dapat memicu respons yang tidak sehat dalam interaksi sosial.
Tentunya tak mudah ya. ketika kita berhadapan dengan orang yang kita anggap toksik. Berinteraksi dengan orang-orang negatif yang terasa seperti racun juga seringkali menimbulkan stres, kecemasan, bahkan dapat merusak kesejahteraan mental dan emosional kita.
Dalam menghadapinya, kita membutuhkan pemahaman yang baik tentang cara menangani situasi tersebut dengan bijak. Berikut ilmair share beberapa langkah yang dapat kita ambil untuk mengatasi toxic people alias orang toksik, semoga bermanfaat dan menginspirasi.
Cara Bijak Menghadapi Ong Toksik (Toxic People)
1. Pahami Tanda-tanda Orang Toksik
Memahami tanda-tanda orang toksik merupakan langkah penting dalam mengelola interaksi sosial dengan bijaksana. Beberapa tanda orang toksik adalah seperti manipulatif, suka mengontrol penuh, merasa superior, seringkali berbicara negatif, dan seringkali menyalahkan orang lain, bahkan mereka juga suka merasa menjadi korban alias playing victim pada suatu keadaan yang menyudutkan dirinya. Mereka cenderung mengambil energi dan waktu kita tanpa memberikan kontribusi yang seimbang dalam hubungan.
Dengan mengenali tanda-tanda ini, kita bisa lebih waspada saat berinteraksi dengan mereka, yang mungkin merugikan, lalu mengambil langkah-langkah efektif untuk menjaga kesejahteraan mental dan emosional.
2. Berikan Batasan yang Jelas
Tetapkan batasan yang jelas dalam interaksi diri dengan toxic people alias orang toksik. Tentukan apa yang kita anggap sebagai perilaku yang tidak dapat diterima dan komunikasikan dengan jelas bahwa kita tidak akan mentolerir perlakuan tersebut. Dengan memiliki batasan yang jelas, kita jadi punya kendali atas lingkungan yang berhubungan dengan diri, dan hubungan kita dengan orang lain.
Selain itu, batasan yang jelas juga menguatkan kepercayaan diri untuk mengambil tindakan, jika batasan tersebut dilanggar. Hal itu juga bisa membantu menghindari pengulangan pola perilaku toksik, dan memungkinkan untuk membangun hubungan yang lebih sehat dan saling menguntungkan.
3. Rawat dan Jaga Diri
Menghadapi perilaku toksik dapat menguras energi, dan memengaruhi kesejahteraan mental dan emosional kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melakukan langkah-langkah perawatan diri yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan ketenangan dalam diri, sebagai bagian dari mencintai diri sendiri. Ini mungkin melibatkan kegiatan perawatan diri , seperti beribadah yang khusuk, istirahat yang cukup, olahraga, dan aktivitas lainnya yang memberikan kebahagiaan. Cari ruang dan waktu bagi diri sendiri untuk merasa kenyamanan dan ketenangan. Jika hati dan pikiran kita telah terusik, ambil jeda untuk diri melakukan pemulihan diri.
Dengan merawat dan menjaga diri dengan baik, kita dapat mempertahankan kesehatan mental dan emosional kita sambil tetap mampu menghadapi tantangan yang mungkin timbul dari interaksi dengan orang toksik.
4. Komunikasi yang Efektif
Saat berinteraksi dengan orang toksik, pertahankan komunikasi yang jelas, tegas dan terbuka. Jangan biarkan mereka memanipulasi atau memanfaatkan diri. Gunakan ungkapan perasaan dengan cara yang bijak dan terarah. Hal ini melibatkan penggunaan kata-kata yang dipilih dengan hati-hati untuk menyampaikan pesan dengan jelas tanpa menghidupkan konflik yang lebih besar. Dalam situasi ini, mengungkapkan perasaan dan kebutuhan secara langsung dapat membantu dalam menetapkan batasan yang sehat, dan memperjelas harapan kita terhadap perilaku orang tersebut.
Selain itu, mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati juga merupakan bagian penting dari komunikasi yang efektif. Ini memungkinkan kita untuk memahami perspektif orang yang kita anggap toksik dan mencari solusi yang memadai untuk menangani masalah tanpa meningkatkan ketegangan.
Ketika berkomunikasi dan mencoba memahami, kita juga jadi bisa melihat keadaan dari sudut yang lain, karena mungkin bisa jadi ada kesalahpahaman yang terjadi. Atau bahkan ada kesalahan juga dari diri kitanya. Walau saat terjadi masalah, biasanya dalam pandangan orang lain, kitalah yang salah, terutama bagi orang toksik yang selalu merasa dirinya benar. Namun, kita harus berusaha untuk tetap bijak dan adil dalam melihat kesalahan, jangan sampai kita malah jadi terbawa menyalahkan diri sendiri (selalu merasa bersalah), atau sebaliknya, kita yang selalu menunjuk orang lain salah. Tetap coba komunikasikan dengan baik, agar solusi bisa didapatkan.
Dengan memperkuat keterampilan komunikasi yang efektif, kita dapat membangun hubungan yang lebih kuat dengan ikatan yang lebih baik, sambil tetap menjaga kesejahteraan diri kita sendiri.
5. Tetap Tenang dan Sabar
Menghadapi orang toksik memang menantang ya, tetapi penting bagi kita untuk tetap tenang, sabar, dan tidak terbawa emosi. Hindari merespons dengan emosi yang negatif atau impulsif, karena hal ini hanya akan memperburuk situasi. Dengan tetap tenang, kita dapat mempertahankan kontrol atas diri sendiri dan mencegah situasi yang tidak diinginkan terjadi. Kesabaran juga diperlukan karena perubahan perilaku tidak selalu terjadi dengan cepat. Mengubah dinamika hubungan memerlukan waktu dan konsistensi.
Dengan bersikap sabar, kita dapat membangun dasar yang kuat untuk komunikasi yang lebih sehat dan hubungan yang lebih harmonis, sambil menjaga kesejahteraan kita sendiri.
6. Temukan Dukungan
Cari dukungan dari teman, keluarga, atau bantuan profesional jika kita merasa terjebak dalam hubungan yang toksik. Bicarakan perasaan kita dengan orang-orang yang peduli dan dapat dipercaya. Hal ini dapat memberikan perspektif yang objektif, dan memberikan bantuan yang dibutuhkan untuk menavigasi situasi yang sulit. Selain itu, bergabung dengan kelompok dukungan atau komunitas yang memiliki pengalaman serupa juga dapat memberikan rasa pengertian dan dukungan yang kuat. Dengan mengakses dukungan dari luar, kita tidak hanya mengurangi beban yang kita rasakan, tetapi juga memperkuat ketahanan mental dan emosional kita dalam menghadapi orang toksik.
Namun, hati-hati juga ya, jangan sampai kita masuk pada ruang ghibah, karena biasanya jika kita sibuk curhat sana-sini, kita tak fokus pada solusi, tetapi malah terpeleset jadi membicarakan keburukan orang lain. Wah, sebenarnya bisa rugi kita kalau malah justru mengghibahi orang toksik, karena orangnya bisa dapat transferan pahala dari kita, sedangkankan kita mendapatkan dosa. Naudzubillah.
7. Terima Kenyataan
Terkadang, menghadapi orang toksik juga bisa sampai di titik penerimaan, termasuk menerima bahwa kita mungkin tidak dapat mengubah mereka. Tetap tentukan batasan kita, dan pilih untuk fokus pada hal-hal yang bisa diri kendalikan dalam hidup. Dalam menerima kenyataan ini, kita juga bisa menentukan untuk menjauh dari mereka, jika kita memiliki pilihan untuk itu, karena memang nyatanya ada juga keadaan dalam hidup yang tak memberi kita kebebasan untuk memilih, termasuk untuk pergi dan menjauh.
Terima kenyataan juga jika memang kita harus hidup bersama orang toksik. Terima itu sebagai bagian dari takdir untuk kita belajar memahami, bersabar, menghadapi dan mengatasi konflik yang terjadi, serta menanti hikmah-hikmah baik yang akan datang. Ingat bahwa setiap takdir dan ketetapan-Nya, pastilah yang terbaik.
8. Berdoa dan Berserah Diri
Berdoa dan berserah diri sebenarnya bukanlah cara yang terakhir, tetapi seharusnya ada di seluruh bagian dari proses dan usaha kita, dari awal hingga akhir. Ya, melibatkan Allah Ta'ala dalam setiap gerak langkah kita, kan memang harus, termasuk dalam mengadapi orang toksik. Hanya Allah-lah yang paling memahami setiap orang, termasuk kita dan orang yang kita anggap toksik, Dia pula yang bisa menjaga kita secara utuh, memberikan solusi, sampai merubah sikap dan melembutkan hati si toxic people.
Kesimpulannya, menghadapi orang yang kita anggap toksik itu sebenarnya hanya dengan cara bertahan dan berdamai, lalu kalau kita sudah tidak sanggup lagi menghadapinya, maka pilihan terakhirnya adalah meninggalkannya. Ke 8 poin di atas bisa masuk ke dalam 3 poin itu juga ya sebenarnya.
Walau tak mudah juga sebenarnya kalau kita tengah dihadapkan dengan orang yang kita anggap toksik. Duh, rasanya seperti kita menghadapi keadaan yang menantang, dan menguras energi, serta emosi. Namun, dengan menggunakan strategi yang tepat, kita dapat menjaga kesejahteraan diri sendiri dan mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut. Tetaplah berpegang pada nilai-nilai diri dan ingatlah bahwa kita memiliki kendali atas bagaimana diri bereaksi terhadap situasi tersebut.
Dalam menghadapi toxic people, satu hal yang perlu diingat adalah jangan sampai kita merendahkan, menghina dan mencelanya, ya sahabat, karena kita tak pernah benar-benar tahu bagaimana kondisi orang itu sebenarnya. Bahkan kita tak tahu bagaimana penilaian Allah terhadapnya.
Oiya, sedikit sharing cerita hidup seseorang yang berhubungan dengan ketoksikan ini (kisah nyata saudara seorang teman) ...
Ada seorang wanita yang menderita gangguan kesehatan mental, yaitu skizofrenia. Bagi orang-orang di dekatnya, beliau sering dianggap toksik, karena selalu paranoid, memiliki keyakinan kuat pada hal yang tak nyata (waham) yang cenderung aneh di mata orang lain, hingga perilakunya pun seringkali membuat orang didekatnya menjadi tidak nyaman. Namun, siapa yang menyangka, saat beliau meninggal, ma syaa Allah, ternyata ada banyak orang yang berdatangan untuk mengantar jenazahnya. Orang-orang tersebut mayoritas merupakan anak-anak yatim dan orang-orang fakir. Mereka merasa begitu sedih dan kehilangan atas kepulangan wanita yang semasa hidupnya di mata mereka begitu baik.
Ya, saat masih hidup wanita ini ternyata begitu ringan tangan dan loyal berbagi pada banyak orang, terutama pada anak yatim dan orang fakir. Keluarganya sendiri hanya mengetahui sekilas saja selama ini kalau beliau itu suka memberi, tak sampai terpikirkan bahwa kebaikannya itu ternyata berdampak dan begitu membekas di hati orang-orang yang menerimanya. Selayaknya amalan rahasia yang Allah Ta'ala tampakan, seseorang yang di mata sebagian orang begitu toksik, sampai orang terdekat yang tahu riwayat penyakit mentalnya saja tidak mudah untuk memahami dan menerima kondisinya, bahkan seringkali tak nyaman berada di dekatnya, tetapi ternyata bagi banyak orang fakir dan anak yatim beliau itu begitu baik dan berarti.
Masya Allah, sebuah cerita hidup yang begitu menginspirasi ya sahabat, membuat kita terdorong juga untuk berusaha melakukan amalan baik, terutama yang tersembunyi. Selain itu cerita hidup wanita tersebut pun menyadarkan dan mengingatkan, bahwa kita memang tidak benar-benar bisa mengetahui diri seseorang secara utuh, walau itu adalah orang terdekat kita sekalipun. Hanya Allah Ta'ala saja pastinya yang paling tahu secara sempurna. Kita hanya bisa melihat orang dari sisi-sisi yang terbatas, merasakan sikapnya terhadap kita, yang nyatanya itu hanyalah sepersekian bagian dari keutuhan diri seseorang. Kita tak pernah tahu bagaimana penilaian Allah terhadapnya, bagaimana perjalanan hidup dan batinnya secara keseluruhan.
Jadi kita tak boleh menilai orang dengan buruk secara utuh, ya sahabat, termasuk memandang rendah, mencela, dan menghinanya, walaupun orang tersebut tampak buruk di mata kita, atau kita menyebutnya sebagai orang toksik yang harus dihindari. Membenci perbuatan buruk, kemaksiatan, dan kezaliman karena iman itu boleh, tetapi bukan orangnya. Sosok orangnya tetaplah hamba Allah, yang kapan saja bisa Dia ubah dan balikan hatinya untuk mendapatkan hidayah. Apalagi kita tak pernah tahu posisinya di hadapan Allah, termasuk jika kita bandingkan dengan diri. Jadi tak boleh ya kita merasa lebih baik dari siapa pun.
Allah Ta'ala berfirman dalam Al Qur'an, Surat Al Hujrah ayat 11,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."
Dalam hadist pun disebutkan, dari Mu'adz bin Jabal, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,
Barangsiapa yang mencela saudaranya karena suatu dosa, ia tidak akan mati sampai melakukan dosa tersebut.” (At-Tirmidzi)
Semoga pikiran, hati dan lisan kita terjaga dari mencela dan merendahkan siapa pun, termasuk orang yang kita anggap toksik, ya. Semoga kita juga dihindarkan dan dilindungi selalu dari perilaku toksik dan orang-orang toksik, ya sahabat, aamiin.
Oiya, sahabat ilmair punya pengalamankah dengan orang toksik? Sharing yuk di kolom komentar!
Biasanya kalo ada orang toxic aku cukup membatasi diri sih buat kontakan or ngobrol ma orang kek gitu, takut ketularan, eh
BalasHapusYang susah itu kalau orang toksik tadi berbuat sesuatu yang memancing emosi kita dan kita harus tenang dan sabar ya mba..
BalasHapusIya sih, memang terkadang kita lupa, melihat kebaikan-kebaikan orang seperti ini. Tapi semoga kita dihindarkan dari mencela dan melukai yang sama ya kak
Aku sering baca, kalau yg toxic tuh justru pasangan (bisa pacar atau pasangan udah nikah). Takut banget kalau kayak gitu sih... Kalau temen aja, ya bisa menghindar atau engga usah ketemu, biar engga emosi. Tapi, bisa disembuhkan ga sih? Kalau sizofren kan bisa ke dokter...
BalasHapusIyaya Mba ada juga yang seperti itu, pasangan toksik. Walau keluarga selain pasangan juga bisa, sesama saudara merasakan ketoksikan misalnya, atau selain keluarga bisa di lingkaran pertemanan dan bermasyarakat.
HapusBiasanya orang toksik itu ada masalah di dalam dirinya ya, bisa karena gangguan mental, gangguan kepribadian, trauma, luka batin atau lainnya. Walau ada juga yang memang karakternya terbentuk seperti itu, tapi yang pasti memang ada masalah di dalam dirinya.
Sebenarnya mungkin saja bisa sembuh (kalau penyebabnya penyakit atau gangguan mental dan sejenisnya), atau berubah (kalau itu karakter) ya. Walau ada juga orang yang mengidap gangguan mental, atau punya karakter buruk sampai seumur hidup, ya. Tapi yang pasti penyembuhan atau perubahan itu akan lebih mudah kalau si orangnya ini menyadari bahwa dalam dirinya ada masalah, jadi solusinya bisa diusahakan dengan kemauan sembuh atau berubah dari orangnya sendiri. Sementara biasanya orang tuh suka enggak sadar kan ya, kalau dirinya bermasalah, dan mengganggu orang di dekat atau sekitarnya. Apalagi ada juga orang dengan gangguan mental dan sejenisnya itu terlihat baik-baik saja, bisa hidup normal, tapi kambuhan, atau ketoksikannya muncul sewaktu-waktu, dan orang terdekatlah biasanya yang merasakan. Seperti orang NPD, OCD, bipolar, bahkan seorang skizofrenia juga bisa terlihat normal. Seperti wanita yang saya ceritakan di atas Mba, saat sudah divonis skizo, beliau masih bisa jadi PNS, tapi kemudian pensiun dini karena bermasalah juga akhirnya dengan pekerjaan dan orang-orang di sekitarnya.
Plus kesembuhan dan perubahan juga butuh support system ya. Butuh dukungan orang terdekat, yang mengerti dan memahami. Walau enggak mudah terkadang katanya ya. Orang terdekat ketemu tiap hari, kena toksik tiap hari, sudah kebawa kesel duluan.
Sebenarnya di lingkungan saya juga banyak toxic people, tapi entahlah saya sekarang tuh cenderung cuek. Kalau orang Jawa bilang, "Ra nggape,". Berinteraksi secukupnya saja dengan orang2 begitu tuh. Yang penting fokus pada kebaikan yg mereka miliki. Kalaupun harus kerja bareng, jurusnya cuma no baper, fokus dengan tujuan berinteraksi dengan mereka.
BalasHapusMemang benar sekarang makin banyak orang yang toksik, semoga kita semua terhindar dari hal-hal demikian karena bisa merenggangkan hubungan pertemanan, bahkan silaturahmi bisa terputus. Tetap hidup akur dan rukun.
BalasHapusorang toxic tuh ada jenisnya, ada yang self confidentnya too high cenderung over, ada yang manipulator dsbg. kadang bisa juga semua jenis toxic people ini ada dalam satu orang, langka? gak juga. saya ngalamin dan hidup dengan orang -orang demikian. bahkan ketika pindah rumahpun ketemu orang yang begitu. ya begimana ya, udah resiko bermasyarakat ya. kalo udah tahu tanda-tandanya ya hindari saja. kalau kata orang sunda mah, mending wawuh munding aja atau kenal sekilas. kalaupun ada keharusn terlibat karea organisasi atau sejenisnya, ya better B aja. udah tau ujungnya bakal kek gimana kalo jadi deket.
BalasHapuseh tapi jangan salah, kadang diri juga bisa jadi toxic buat diri sendiri. Overthingking, people pleasure dan sejenisnya juga bisa jadi toxic buat diri.
Tipnya membantu sekali buat saya yang bekerja dalam ruang lingkup kecil dan harus berinteraksi dengan seseorang yang saya anggap toksik. Ya, meski merasa begitu, tapi saya tetap berusaha baik padanya.
BalasHapusKl Saya jika sdh jelas2 orang tsb toksik, paling pelan2 menjauh hingga benar2 menjauh, kwatir bikin sakit ke diri sendiri ngadepin orang spt itu. Semoga kita terhindar dan bukan menjadi salah satu orang toksik tsb, kwatirnya kan tanpa disadari malah kitanya yg toksik ke orang lain, amit2 jgn sampai
BalasHapus