"Cring" Tongkat Ibu Peri

    Cerpen inspirasi ilmair untukmu - Aku tengah terduduk di lantai kamar saat itu, dengan air mata yang mengalir di pipi, ketika kemudian kutemukan ia tepat berada di depan tanpa suara. Duduk dengan posisi yang sama, memandang ke arahku dengan wajah penuh empati, hingga isakkan tangisku pun tumpah di hadapannya.

    “Kenapa?” Tanyanya kemudian ketika isakkanku mulai mereda. Ini bukan kali pertama rasanya aku mendengarnya bertanya dengan kata yang serupa. Sebuah pertanyaan yang selalu saja akhirnya membuat cerita mengalir tanpa jeda kepadanya.


    “Oh, gitu … bukankah sebelumnya kamu pun pernah melewati hal yang lebih berat dari itu? Coba ingat-ingat, saat dulu kamu terjatuh hingga lebam penuh luka. Namun, beberapa waktu kemudian luka itu akhirnya mengering juga, dan kamu pun bisa melangkah lagi bukan? Bahkan langkahmu itu bisa lebih cepat dari sebelumnya, walau tak sampai juga membuat berlari.”
Ucapnya setelah selesai aku bercerita, membuat aku termenung sesaat.

    “Tapi …”

    “Tapi apa? Kamu mau bilang yang sekarang itu jauh lebih berat? Kamu enggak akan bisa melewatinya kali ini? Enggak mampu, enggak mudah dan sederet hal enggak baik apa lagi yang mau kamu sebut tentang diri sendiri saat ini?
Terus kalau kamu bilang seperti itu apa waktu juga akan berhenti, menunggu rasa yakin dalam dirimu itu mencuat? Atau tiba-tiba ada yang menarik kamu gitu, memperagakan semua hal yang mestinya dilakukan, atau menyodorkan solusi langsung di depan wajah yang kemudian dengan mudahnya dapat kamu lakukan. Seperti ‘cring’ tongkatnya ibu peri yang bisa menyulap semuanya jadi seperti yang kamu mau, hanya dengan kata ajaib ‘enggak mampu’ itu? Kaya gitu maksudnya?” Berentet kata darinya itu langsung menyerbuku, di saat aku baru mengucapkan satu kata.

     “Ya enggak gitu juga, justru aku mau tanya tadi, terus mestinya gimana?” Aku menyanggah ucapannya dengan pertanyaan yang langsung meminta solusi, walau sebenarnya aku tahu bahwa ucapannya barusan mengenai diri dengan tepat.
  
    “Ah, kamu itu, tadikan kamu bilang ‘tapi’ bukan ‘terus gimana’. Dan ya, itu juga jawabanku tentang ‘mesti gimananya kamu’, buang dulu jauh-jauh kata ‘tapi’ itu, baru kemudian buka mata lebar-lebar, telaah masalah dengan hati dan pikiran yang jernih. Pikirin juga salahmu apa, salah satunya kalau menurutku ya si kata ’tapi’ tadi. Terus jangan juga hanya melihat kesalahan orang lain terhadapmu, enggak penting juga itu yang jadi fokus. Hal yang paling utama yang bisa kamu fokusin dalam menghadapi masalah, ya diri sendiri, karena itu adalah ranah yang bisa kamu perbaiki dengan lebih mudah. Seharusnya, walau pasti itu selalu jadi hal yang paling enggak mudah bagimu, iya kan? Apalagi memaklumi diri sendiri itu cuma tinggal ‘cring’ sajakan ya? Nah, di sini baru biasanya tongkat ibu peri terpakai, kesalahan diri dalam hitungan detik aja bisa langsung terlupa.” Aku tersenyum mendengarnya berbicara kali ini, walau masih saja rasanya ucapannya itu membuat aku tersudut, tak memberiku ruang untuk membela diri. Tapi nasehatnya memang benar, termasuk soal tongkat ibu peri.

    “Dan jangan biarkan juga waktu terus bergulir telalu lama, lagi-lagi kamu memaklumi diri sendiri, tata hati dan pikirannya jangan lama-lama, tapi buang pikiran dan rasa negatifmu itu segera. Walau setelah kamu buang akan ada lagi juga enggak apa-apa, ya buang lagi aja. Memperbaiki diri itu kan memang enggak akan berhenti sampai hidup kita di dunia berkhir, iya kan? Tapi harus ada peningkatan antara hari ini dari kemarin.”
Nasehat panjangnya itu hanya mendapat respon berupa anggukan kepala ini.

     “Semangat, yakin kamu bisa! Tapi jangan hanya bergantung pada diri sendiri ya Sa. Yakin itu harus sama Allah pastinya, berdoa minta petunjuk-Nya, terus berusaha lakuin yang terbaik yang kamu bisa. Terus tunggu aja kejutan dari-Nya. Kamu percaya sama janji-Nya kan Sa? Ya Dia pasti enggak akan ingkar, termasuk yang dijanjikan dalam Al Qur’an surat Al Insyirah.”

     Belum sempat aku menjawab dan mengingat terjemahan ayat yang dia maksud, terdengar suara berisik dari balik pintu.
“Tante lagi apa? Kok duduk di lantai gitu?” Suara gadis kecil berkerudung yang kepalanya menyembul di pintu kamar itu terdengar, membuat aku menoleh ke arahnya.

    “Eh Risty ….” Hanya dengan dua kata saja kujawab pertanyaan gadis kecil itu bersama senyum. Walau kalau ia teliti, tentu akan terbaca juga rona terkejut di wajah ini karena tersadar bahwa sedari tadi tak sempat aku mengunci pintu.

    “Te … hayuu, katanya kemarin mau antar Risty pagi ini. Udah jam 7 ini, acaranya jam 8, kirain Tante lagi siap-siap. Dari tadi selesai subuh enggak keluar-keluar kamar. Eh, mata Tante itu kenapa? Kok kayak agak bengkak gitu, sakit mata?”

    “Eh iya, Risty udah siap? Kok Tante sampai lupa. Ya udah tunggu di depan dulu ya, Tante siap-siap dulu.” Jawabanku itu membuatnya urung untuk masuk ke dalam kamar, di tutupnya kembali pintu.
Kuarahkan kembali pandangan pada arah semula, masih tampak wajah yang sedari tadi kuajak berdiskusi.

     “Iya, yakin kamu pasti bisa lalui semuanya Sa! Waktu kan terus berputar, banyak hal yang mesti kamu lakuin, sekarang tersenyumlah dan melangkah dengan selalu ingat bahwa Allah akan menemani di sisi.”
Aku tersenyum lalu mengangguk padanya tanda setuju, di depanku ia pun melakukan gerakan yang sama. Mata bengkaknya juga tampak.

“Duh, harus dikompres ini sebelum berangkat,” ucapku sambil memegang kedua mata, mengusapnya, hingga pantulan bayangan utuh diri di cermin pun kini semakin jelas terlihat.

    Ah iya, seseorang yang sedari tadi menasehatiku memang masih berada di depanku, lebih tepatnya berada di dalam cermin itu. Betul itu adalah bayanganku sendiri.

    Ya, aku memang memasuki ruang temu dengan diriku sendiri tadi. Bukan bicara sendiri seperti dengan makhluk kasat mata, yang dengan "cring" tongkat ajaibnya bisa datang dan menghilang. Ah, tulisan ini kan memang bukan cerita misteri, bukan juga cerita tentang putri dengan peri penjaganya.

    Bersyukur akhirnya bisa kutemukan diri dengan nasehat baiknya, menyemangati dan menguatkan hati agar diri bisa terus melangkah, di saat tak ada satupun rasanya yang bisa kuajak berbicara.

    Ketika ragam masalah yang tertimbun dalam hati dan juga kepala itu kemudian membuncah, memecah tangisku seketika. Aku tadi seperti seolah kehilangan ingatan, sesaat tak mengerti dengan diri sendiri. Hingga akhirnya cerminku itu datang, menelaah tiap masalah lalu membuka hati dan pikiran.

    Ya, dia memang sisi lain dari diriku, yang datang di saat yang tepat, seperti perantara kasih sayang dari-Nya ketika hati ini tengah rapuh.

    Jadi, nasehat dari diri yang mencuat tadi tentu bukan karena betapa hebat dan bijaksananya aku. Itu pun tak akan “cring” begitu saja ada, atau Allah hantarkan seperti wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul-Nya. Tentu saja tak akan begitu.

    Pasti akan ada proses yang membuatnya terbentuk. Hum iya, proses itu juga pasti bagian dari skenario apik dari-Nya, ketika Dia mempertemukan aku dengan ragam hal di dalam perjalanan hidup, dari apa yang aku lihat dan dengar, lalu tertinggallah jejaknya di dalam diriku.

    Seperti terekam secara otomatis semua nasehat baik di kepala. Mungkin diantaranya ada yang kuanggap sepintas lalu saja pada mulanya, kulupakan sejenak atau seakan tak berarti apa-apa di saat itu. Namun ketika aku dihadapkan dengan suatu masalah, maka mencuatlah ia ke permukaan, seperti “cring” hadirnya ibu peri yang memberi nasehat.

    Bisa jadi nasehat itu berasal dari curhatan seorang teman di waktu yang lalu, atau dari tulisan inspiratif yang terbaca di media sosial. Mungkin juga nasehat itu berasal dari ucapan seorang motivator di sebuah seminar yang kukunjungi setahun yang lalu, atau bahkan kata-kata bijak yang kubaca di sebuah buku. Apalagi jika itu adalah pesan-pesan cinta dari-Nya dalam Al Qur’an dan hadist, sudah pasti ada nasehat-Nya yang terserap juga di kepala. Ah, akan lebih jelas lagi tentu jika itu adalah ilmu yang masuk ke dalam diri, yang kudapatkan dari ustad maupun ustadzah di majelis ilmu.

    Ah iya, ruang temu yang mempertemukan diri dengan apapun di dalam hidup, tentu bisa menjadi bagian dari proses pembentukan diri dan pola pikirku. Terkadang Allah memberikan kebebasan diri untuk memilih, misalnya apa yang ingin aku baca, siapa teman yang diajak bicara, apa yang mau didengar dan lain sebagainya. Semua pilihan itu bisa memberikan masukan pada pikiran untuk kemudian diolah menjadi sebuah pemikiran, namun tetap ada kuasa dan ijin-Nya di situ. Walau di sisi lain, ada juga hal yang telah dipilihkan-Nya untukku, menjadi qadha dan qadar dari-Nya, tak diberi kuasa diri atas setiap kejadian, tak kurencanakan sama sekali, tapi merupakan skenario yang begitu apik dari-Nya.

     Kasih sayang Allah memang begitu sempurna, bahkan ketika diri ini tengah acuh tak acuh pada-Nya saja, tak akan luput aku dari perhatian-Nya. Dia yang menerangi jalan saat langkah terasa gelap, memberi petunjuk ketika diri tersesat. Ya, apalagi jika aku memilih untuk selalu dekat dengan-Nya, kian besar perhatian yang akan aku dapatkan.


Setetes cerita di ilmair lagi untukmu, disalin dari tulisan saya di medsos untuk tantangan menulis. Semoga bermanfaat dan menginspirasi. 
Previous article
Next article

32 Komentar

  1. Yakin sama Allah. Ini masih PR juga buatku. Karena prakteknya aku masih suka 'khilaf'. Dan emang harus sering-sering mengingat Allah itu ternyata tujuannya biar ngga lupa dan benar-benar totalitas percaya sama yakin mengenai hasil nanti Allah yang atur.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus banget yakin sama Allah ya kita Kak, semua sudah Allah yang atur, ikuti mau-Nya aja kita ya

      Hapus
  2. Baca kisah di atas pastinya banyak pelajaran berharga ya, bahkan kita yang sering jauh dari-Nya saja masih dikasih rezeki, cuma kadarnya beda2 ya. Tetap bersykur, beribadah dan selalu mengingat-Nya agar hidup makin berkah dan bahagia. Aamiin.

    BalasHapus
  3. Terus bersyukur, nikmati setiap perjalanan kehidipan, terus berkarya melalui tulisan

    BalasHapus
  4. Terimakasih atas tulisannya. kasih sayang Allah itu emang banyak banget untuk kita. Namun, sayangnya sering tidak kita sadari. padahal selangka kita dekat padanya seribu langka DIA akan dekat pada kita.

    BalasHapus
  5. Selalu percaya bahwa pertolongan Tuhan tidak ada habisnya ya. Kita selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki sehingga rezeki pun bisa terus bertambah.

    BalasHapus
  6. Rezeki sudah diatur sama Allah. Sebagai hamba kita hanya perlu bersyukur dengan seberapapun yang kita dapatkan. Yakin aja sama Allah, pengaturan Allah atas hidup kita adalah yang terbaik.

    BalasHapus
  7. Jangan kelamaan bermimpi karena seindah-indahnya alam mimpi, tetap saja kita memilih dunia nyata. Dunia nyata lebih indah selama kita menyertainya dengan sabar. Sama seperti keyakinan diri si tokoh cerita, "Proses merupakan bagian dari skenario apik-Nya."

    BalasHapus
  8. Sekarang ada di titik sedang jauh dari-Nya. Sepertinya saya yang kurang bersyukur. Membaca ini membuat diri pribadi jadi lebih ingat, seharusnya saya tidak begini dan lekas kembali untuk mendekat. Karena sejatinya Tuhan tak pernah jauh.

    BalasHapus
  9. Harus acuh ya sama tanda-tanda dari Allah. Kisahnya seru...

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul Kak, jangan acuh tak acuh, tapi harus acuh sama tanda kasih sayang-Nya ya

      Hapus
  10. Keren banget mbak idenya. Kirain tadi menghadirkan sosok ibu sebagai tempat curhat dan berbagi, ternyata menghadirkan diri sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ehe, iya, Kak, curhatnya sama diri sendiri di cerita ini

      Hapus
  11. Kakaaak pinjem tongkatnya hehe, duh jadi ikutan halu akutu, penting banget self talk ya kak jadi kita lebih sering memahami diri sendiri termasuk bentuk syukur juga

    BalasHapus
  12. Bener banget nih mba, ya allah kasih sayang allah itu sangat dekat dan melimpah untuk kita, hanya saja kita yg sering kali tidak merasakannya dan hanya peka ketika sedang dalam kesulitan.

    BalasHapus
  13. Walau percakapanya puanjang-puanjang tapi kujabanin juga untuk membaca. Ternyata mendapatkan petuah bisa dengan membaca ya. Terimakasih, teruslah berkarya dengan menebar manfaat.

    BalasHapus
  14. Berharap ketemu ibu peri dan anak-anak di dunia dongeng saya pikir cerita anak nih. Eh ternyata perinya diri sendiri ya Mbak. Tapi ngga banyak orang yang bisa melihat ke diri sendiri, bercermin, menasihati diri lalu berubah. Iya kan? Terima kasih atas kisah remindernya Mbak

    BalasHapus
  15. Yang pastinya Allah nggak pernah ninggalin kita ya kak sesulit apapun kondisi sesering apa kita ninggalin dia. Allah tetep ada

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Allah akan selalu ada menemani di sisi, kitanya masa enggak mau ditemenin ya Kak, mau atuh sama Allah mah :)

      Hapus
  16. Tulisannya menarik. Berbentuk dialog jadi lebih bisa memahami. Terima kasih lho remindernya. Kasih sayang Allah memang tak bertepi, kita aja nih yang sering abay dan kurang bersyukur

    BalasHapus
  17. Setiap masalah selalu ada jalan keluarnya, Disanalah terasa kasih sayang Allah terasa banget, terimakasih kak inspirasinya

    BalasHapus
  18. Kasih sayang Allah tak terbatas dan tak pilih kasih. Kita saja yg manusia kadang lupa. Astagfirullah semoga kita selalu dilindungi untuk tetap berjalan lurus.

    BalasHapus
  19. mEmang benar, ruang temu ini seringkali ada. dan diri kita menasihati diri kita yang sedang lemah dan tak bnerdaya, hingga memotivasinya agar kembali bangkit dan berjuang

    BalasHapus
  20. Baca Cerpen ibu peri telah mengajarkan langsung betapa besarnya kasih sayang Allah pada hambanya, segal kenikmatan telah diberikan, terkadang kita yang yang mengabaikannya

    BalasHapus
  21. Bener sih ya makna dari tulisan ini harus banyak bersyukur ..bbagus cara berceritanya keren dan inspiratif

    BalasHapus
  22. Cerita yang bagus. Semangat kak. Tingkatkan lagi kemampuan menulisnya ya

    BalasHapus
  23. Nah ini dia seringnya memulai dengan "tapi".... ini yg sering bikin overthinking...khawatir gagal..jatuh...dlll..harusnya...*terus bagaimana...lalu apa... agar membuka pintu2 yang lain... terimakasih sudah diingatkan...

    BalasHapus
  24. Semua masalah itu bermuaranya ke Allah SWT ya Mbak,, jadi sebagai manusia semestinya nggak perlu merasa khawatir. Noted. Nice story Mbak

    BalasHapus
  25. Orang-orang baik hati adalah mereka yang mampu menasehati diri sendiri, sesulit apapun kondisinya. Mereka yang selalu bisa bercermin dan mendapat nasehat dari dirinya akan selalu jernih dalam memandang kehidupan. Nice ceritanya.

    BalasHapus
  26. Hai kak, salam kenal ya. Abis baca cerpen ini, jadi makin besar untuk selalu mensyukuri segala nikmati yang Allah anugerahkan. Btw kakak suka kirim cerpen ke koran nggak nih?

    BalasHapus
  27. Sebenarnya diri kita sendiri itu tau apa yang baik dan apa yang terbaik bagi diri kita. Hanya saja kita tidak mendengarkan suara hati tersebut.

    BalasHapus

Silahkan share saran, kritik, ilmu, inspirasi positifmu di ilmair. Berkomentarlah dengan bijak. Spam akan saya hapus.
Mohon di-setting publik profile blog-nya ya, agar tidak ada profile unknown yang bisa menjadi broken link di blog ini.
Terima kasih ....

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel